Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Selasa, 19 Maret 2013

Ibukota Kazakhstan yang Mengagumkan

Ibukota Kazakhstan yang Mengagumkan




SAYA selalu belajar di tempat-tempat baru yang saya kunjungi. Apalagi jika kota itu memiliki keunikan, menarik untuk diinformasikan kepada teman-teman, maka fikiran mengembara, merekam dan mencatat.

Setelah penutupan konperensi para menlu negara-negara Islam (Organization for Islamic Cooperation) yang baru saja diubah menjadi Organization for Islamic Cooperation yang berlangsung selama 3-hari di Astana, ibukota baru Republik Kazakhstan, pada akhir Juni 2011 yang lalu, saya sempat keliling kota.

Tempat penyelenggaraan konperensi itu sendiri, Astana Convention Hall, yang terletak di dekat kawasan diplomatik, dilengkapi berbagai fasilitas konperensi internasional, mengawali kekaguman saya kepada negeri ini. Di sini dilangsungkan konperensi internasional dan sidang OIC itu.

Dulu, ketika bekerja di Moskow pada zaman Uni Soviet, saya sudah faham bahwa Repulik Kazakhstan sebagai salah satu dari 15 republik, beribukota di Alma Ata, atau disebut sekarang Almaty. Negeri terluas ke-2 setelah Rusia di Eropa ini dulu terkenal dengan stepe, gurun, tempat ujicoba senjata nuklir dan tempat penggelaran senjata nuklir kedua terbesar di Eropa, milik Uni Soviet dalam kerangka Perang Dingin.

Nursultan Nazarbayev, presiden sekarang, ketika itu hanyalah seorang ketua parlemen yang disebut Presiden dengan tugas-tugas protokoler, sekaligus menjadi ketua partai komunis.

Ketika Uni Soviet pecah, Kazakhstan pun menjadi negara paling akhir menyatakan kemerdekaannya di tahun 1991. Nazarbayev pun melanjutkan tugas menjadi presiden, dan terpilih terus-menerus sampai kini. Meskipun telah merdeka, negeri ini tetap membina hubungan baik dengan Rusia.

Maka negeri itu, relatif menjadi paling stabil politiknya, didukung oleh sumber-sumber alam minyak dan gas yang kaya menjadi paling tinggi pertumbuhan ekonominya. Dua faktor ini pula yang mendukung Kazakhstan untuk kian aktif berperan dan menjadi negara terpenting di Asia Tengah, serta dalam menyampaikan berbagai gagasan di fora internasional.

Jangan lupa, Kazakhstan yang hanya berpenduduk 20 juta juga menjadi negeri penghasil utama biji-bijian dunia, dan pengekspor terbesar uranium!

Pada saat merdeka di tahun 1991, Kazakhstan segera menghapus senjata nuklir, bekerjasama baik dengan Rusia dalam masa transisi, termasuk dalam memperlakukan etnis Rusia yang cukup signifikan di sana.

Negeri ini pada awalnya banyak menerima bantuan dari negeri-negeri Arab yang bersimpati terhadap negeri-negeri atheis di Asia dan Eropa yang ingin kembali ke akarnya: Islam. Ratusan juta dolar pun mengalir.

Turki pun tidak ketinggalan melihat peluang untuk pengaruh politik dan meperluas kepentingan ekonominya. Proyek konstruksi di negeri ini dikuasai perusahaan Turki. Begitu pula dengan China, aktif berdagang.

Namun, Kazakhstan mempertahankan polugri yang seimbang (balanced) terhadap semua negara-negara berpengaruh di kawasannya.

Sejarah negeri ini menarik. Kazakhstan di abad ke-18 masuk ke dalam wilayah pengaruh dan pada pertengahan abad ke-19 menjadi bagian dari kemaharajaan Rusia. Setelah Revolusi Bolshevik 1919, Kazakhstan menjadi bagian dari Uni Soviet (USSR).

Selama berada di bawah Uni Soviet itu pula Kazakhstan membangun sistem ketatanegaraan dan pemerintahan, industri dan sumber-daya manusianya. Faktor ini pula yang menjadi dasar bagi Kazakhstan untuk bersikap optimis dengan masa depannya.

Salah satu proyek terpenting bagi Presiden Nazarbayev adalah memindahkan ibukota dari Almaty, kota tua yang kini sesak, ke daerah padang gersang di Astana di akhir 1997.

Maka, setelah pembangunan masif sejak 1995 Anda tidak lagi melihat kegersangan di ibukota yang lebih mirip menggambarkan masa depan: futuristik. Tidak tanggung-tanggung, pendesain dan arsitek unggulan dunia diundang untuk membangun kota ini.
Astana, dengan 700 ribu penduduk, jauh lebih masif dibanding Putrajaya, Malaysia.

Saya berfikir, kapan Indonesia memiliki ibukota yang ideal seperti Astana.

Kota ini telah siap dengan berbagai infrastruktur pendukungnya. Jangan dulu bandingkan kehidupan kultural dan sosial seperti kota-kota ideal di belahan bumi lainnya. Tetapi, orang-orang Kazakh telah memulai dengan benar. Semua sarana ekonomi, sosial dan kebudayaan dan seluruh perangkat kota dengan status ibukota negeri telah hadir. Dan mereka terus membangun kota ini, dengan sejumlah bangunan berskala besar.

Menara Bayterek menjadi landmark utama Astana dan menjadi symbol Kazakhstan di luar negeri. Di samping istana presiden, gedung pemerintahan, perkantoran, gedung teater dan opera, beragam museum, Astana didukung pula dengan berbagai hotel terbaik, sarana olahraga, gedung apartemen, gedung pertemuan dan konperensi, rumah ibadah berbagai agama.

Beberapa gedung Gedung Palace of Peace and Reconciliation yang berbentuk pyramid seluas lebih dari 25 ribu meter persegi hanya diperuntukkan bagi konperensi perdamaian, dan lintas-keyakinan/agama saja, dengan dukungan ruang opera, museum, perpustakaan dan pusat penelitian.

Mereka telah memiliki Gedung Concert Hall terbesar di dunia berkapasitas 3500 tempat duduk ini berdiri di atas tanah seluas 55 ribu meter persegi dilengkapi aula, ruang musik dan bioskop.

Sementara mesjid terbesar sedang dibangun, maka Mesjid Nur-Astana bermenara-4 yang dibangun tahun 2005 oleh Emir Qatar menjadi Islamic Center. Di sini terdapat ruang ibadah untuk 5000 jamaah, dan sarana madrasah, dan perpustakaan.

Beberapa bangunan monumental yang patut dilihat adalah Ak Orda Presidential Palace seluas hampir 37 ribu meter persegi, Khan Shatyry Entertainment Center yang dibangun pada tahun 2006-2010. Khan Shatyry dibangun mirip dengan tenda tradisional Mongolia setinggi 150 meter di atas tanah 140 ribu meter persegi . Khan Shatyry tidak saja berfungsi sebagai tempat rekreasi biasa, mall, food courts, tetapi juga memiliki pantai indoor dengan udara tropis sepanjang tahun, didukung sarana watersport, dan mini-golf.

Ada juga waterfront di tepi sungai Ishim, katedral, pasar, dan oceanarium. Museum utama terdapat di Presidential Center of Culture, Kabanbay Batyr Mausoleum, Ethnic Memorial Complex, S. Seifullin, dan Museum Nazarbayev sendiri.

Satu kesulitan yang terbayangkan saya adalah kota ini terletak di kawasan terdingin di dunia. Bayangkan, pada musim dingin udara turun mencapai minus 40-45 derjat celcius, dan berangin pula. Yang nikmat adalah di musim panas dengan temperatur tidak lebih dari 25 derajat celcius dan kering.

Kapan Ibukota Republik Indonesia, atau setidaknya pusat pemerintahan kita akan dipindahkan? Hidup di Jakarta ini sudah tidak mendukung lagi. Bahkan, kualitas hidup pun menurun.

0 komentar:

Posting Komentar